Rasanya, saya malu mengatakan bahwa guru tanpa tanda jasa di abad ini. Mengapa saya
malu? Karena; guru itu manusia yang butuh makan, butuh kebutuhan ini dan itu.
Saat para buruh berbondong-bondong melakukan demonstrasi, guru honor khususnya
di daerah-daerah terpencil malah sedang mengajar di dalam kelas. Adakah media
yang meliputnya? Mungkin saja jalan telah terputus ke sana.
Menjelang akhir tahun, saya menulis kembali mengenai nasib guru kita
ini. Sebagai salah satu bagian dari guru honor yang entah berada di langit mana
saat disejajarkan dengan guru pegawai lain, saya sibuk mengurus ini dan itu
untuk urusan fungsional guru honor tersebut. Segampang membalik
telapak tangan kah? Dana yang keluar sampai puluhan juta seperti guru
sertifikasi?
Berkas yang harus disiapkan oleh seorang guru honor untuk menerima
fungsional 250 ribu perbulan itu cukup rumit. Mulai dari SK dari dinas terkait
terhitung mulai dari pertama menghonor sampai sekarang, jadwal mengajar setahun
terakhir (2 semester), surat aktif, keaktifan NUPTK dan lain-lain. Pada NUPTK (NomorUnik Pendidikan dan Tenaga Kependidikan) ini termasuk bagian
terpenting untuk dapat menerima fungsional. Pihak dinas terkait harus
mengeluarkan bukti aktif NUPTK dengan surat berkode S08a. Jika surat tersebut
tidak bisa di-print lagi maka jangan harap fungsional guru honor
dapat dikeluarkan, walaupun guru bersangkutan memang benar masih meng-honor.
Saya tidak sedang menyorot soal kelengkapan berkas tersebut. Toh, surat menyurat
(data) memang penting sekali saat ini. Namun, masih wajarkan guru honor
diganjal 250 ribu perbulan?
Oh, katanya guru honor sudah tidak dibutuhkan lagi! Banyak "orang" yang berkoar-koar demikian. Tampaknya, hal demikian tidak berlaku.
Sebanyak apapun guru yang telah tersertifikasi, guru honor tetapkan jadi idola.
Banyak sekolah yang kelebihan jam sehingga mencari guru honor untuk membantu
mengajar. Guru sertifikasi hanya “boleh” mengajar pelajarannya atau serumpun
dengannya saja. Guru tersertifikasi jangan harap mau mengajar lebih dari 24 jam
perminggu karena bagi mereka jumlah jam yang telah diberikan terlalu banyak.
Guru honor yang dibantukan untuk mengajar bisa mencapai lebih dari 24 jam
karena guru sertifikasi enggan mengajar lebih dari jam mereka. Saat guru
sertifikasi menerima gaji dua kali, guru honor hanya bisa gigit jari karena
fungsional "akan" bisa diurus akhir tahun. Jika fungsional keluar, jika tidak?
250 ribu adalah angka sedikit sekali untuk penghargaan kepada guru
honor. Walaupun pemerintah mengatakan guru honor harus di-stop sementara
waktu namun tanpa guru honor jangan pernah harap proses belajar mengajar
berimbang. Pembagian jam di tiap sekolah hampir membutuhkan guru honor. Nasib
kota besar bisa berbeda karena sebagian guru terpenuhi. Namun Indonesia tidak
hanya di kota-kota besar saja. 250 ribu perbulan itu tidak semua didapat oleh
guru honor yang pontang-panting mengajar sama dengan guru yang telah
tersertifikasi. 250 ribu bahkan harus dibagi sama rata jika di sekolah mereka
tidak semua keluar dana fungsional ini. Mau mengajar seharian, datang lebih
pagi atau pulang lebih lama, mereka tetap akan dibayar segitu. Tak ada yang
peduli dengan asap mengepul di dapur mereka. Tak ada pula yang bertanya apakah
bensin kendaraan masih penuh. Tak ada yang mengubris perkara anak istrinya
kelaparan di rumah.
Ada yang berpendapat bahwa, silakan cari kerja lain saja. Tentu
ini perkara hati atau bahkan umur atau bahkan terlanjur kecewa tidak diterima
di perusahaan manapun. Apalagi di kampung – daerah pedalaman – hanya
sekolah-sekolah saja yang menerima orang-orang rapi bekerja. Sarjana yang
terlanjur pulang kampung mau tidak mau mengajar di sekolah walaupun tidak
bayar. Banyak dari mereka yang masih mengantung cita-cita akan "diangkat" menjadi pegawai suatu saat nanti. Mungkin saja di usia hampir pensiun NIP baru
di-sandang, atau bahkan tidak sama sekali.
Angka 250 ribu tak cukup untuk menghidupi guru honor di saat ini.
Kenapa saya berani mengatakan demikian? Ayolah, berapa kali rupiah bertekuk
lutut terhadap dolar Amerika. Berapa kali pemerintah menaikkan bahan bakar
minyak. Sudah tak terhitung bahan pokok naik harga berkali-kali. Oh, dana
talangan telah diberikan oleh dinas tertentu. Beasiswa untuk anak-anak kurang
mampu telah "ditingkatkan". Bantuan miskin telah diberikan.
Jika pemerintah masih menganggap
guru honor sebagai penopang pendidikan di masa kini, naikkan saja fungsional
untuk mereka sampai batas 500 ribu atau lebih perbulan.
Berani melakukan ini?
Katanya kas negara tidak cukup. Katanya guru honor tidak
berkompetensi tinggi. Katanya guru honor tidak mendapatkan tempat di jajaran
terpenting pemerintah ini. Soal kompetensi tinggi saat ini, guru honor bisa
dikatakan lebih maju selangkah dalam mengajar. Guru honor bisa mengoperasikan
komputer dengan baik, membuat slideshow untuk dipresentasi di
depan siswa dengan menarik, menguasai metode dan model pembelajaran terbarukan,
dan isu-isu lain yang tidak dimiliki oleh guru bersertifikat sertifikasi
sekalipun.
Kenapa harus dinaikkan fungsional untuk guru honor? Seperti yang
telah saya sebutkan sebelumnya, bisa saja guru honor hanya dapat fungsional
saja tetapi tidak sempat diangkat menjadi pegawai. Jasa apa yang mampu diberikan
pemerintah untuk mereka ini? Apabila melihat ke lapangan, guru honor tetap sama
dengan guru pegawai. Tugas dan tanggung jawab sama. Lelah yang sama. Gaji tiap
bulan yang tak ada.
Baru sekarang guru turun ke jalan untuk minta diangkat jadi pegawai.
Dahulu, atau tidak usah mengambil perkara yang lalu. Di daerah pedalaman, guru
honor hanya mengajar saja, mengurus berkas-berkas yang diminta berulang kali,
mengais rejeki di tempat lain. Semua mereka lakukan untuk menyambung hidup.
Namun pemerintah masih menutup mata perkara ini karena di-anggap masih banyak
guru pegawai. Data di dinas terkait boleh-boleh saja penuh, namun fakta di
lapangan masih banyak sekali guru honor yang mengajar tanpa pamrih.
Miris sekali memang, namun guru honor tidak pernah di-PHK atau dipecat.
Tanpa bayaran pun guru honor tetap mengajar di sekolah. Keluar atau tidak
fungsional untuk mereka hanya mampur berujar, "Belum rejeki!"
Suara hati dari ratusan ribu guru honor di negeri ini, siapa yang
tahu?
Sekian & Semoga Bermanfaat…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar