Prof. KH Saifuddin Zuhri (lahir di kota kawedanan Sokaraja, 9 kilometer dari Banyumas, 1 Oktober 1919 – meninggal 25 Maret 1986 pada umur
66 tahun) adalah Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Kerja III, Kabinet Kerja IV, Kabinet
Dwikora I, Kabinet Dwikora II, dan Kabinet Ampera I.
Kisah pengangkatannya sebagai Menteri Agama,
pada tanggal 17 Februari 1962, tepat pada hari Jum’at, ia diminta menghadap ke
Istana Merdeka. Banyak teka-teki memenuhi benaknya ketika dia memenuhi
panggilan Bung Karno. Apakah karena urusan DPR atau DPA? Apa urusan NU? Atau
surat kabar Duta Masyarakat? Ternyata dalam pertemuan itu Bung Karno minta KH
Saifuddin Zuhri agar menjadi Menteri Agama, menggantikan KH Wahib Wahab yang
mengundurkan diri.
"Penunjukan Saudara sudah saya pikir
masak-masak. Telah cukup lama saya pertimbangkan. Sudah lama saya ikuti sepak
terjang Saudara sebagai wartawan, politisi, dan pejuang. Saya dekatkan Saudara
menjadi anggota DPA. Saya bertambah simpati. Baru-baru ini Saudara saya ajak
keliling dunia, dari Jakarta ke Beograd, Washington, lalu Tokyo. Saya semakin
mantap memilih Saudara sebagai Menteri Agama," ujar Bung Karno ketika itu.
Permintaan ini tidak serta merta diambil oleh KH
Saifuddin Zuhri, tetapi justru meminta pendapat terlebih dahulu kepada tokoh
NU, khususnya KH Wahab Chasbullah dan KH Idham Chalid. Selain itu, ia juga bertemu dengan KH Wahib
Wahab dan mencari tahu kenapa Bung Karno memilih
dia untuk menggantikan KH Wahib Wahab yang mundur sebagai Menteri Agama.
Setelah bertemu dengan tokoh-tokoh tersebut dan semua mendukung, KH Saifuddin
Zuhri menerima penunjukannya sebagai Menteri Agama.
Pada periode kepemimpinannya sebagai Menteri
Agama inilah, dunia pendidikan tinggi Islam berkembang pesat. Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) berkembang di sembilan provinsi, masing-masing memiliki
cabang di kota kabupaten.
AWAL KEHIDUPAN
Ayahnya bernama Haji Muhammad Zuhri dari
keluarga petani yang taat beragama. Ibunya bernama Siti Saudatun, salah seorang
cucu Kiai Asraruddin, seorang ulama yang berpengaruh dan memimpin sebuah
pasantren kecil di daerahnya. Ketika tak dapat menghindari penunjukan Bupati
(Regent) Banyumas untuk memangku jabatan penghulu, pengaruh Kiai Asraruddin
bertambah besar. Jadilah ia seorang ulama, politisi, pejuang sekaligus seorang
penghulu.
KH Saifuddin Zuhri dibesarkan dalam pendidikan pasantren di daerah kelahirannya, sebuah pasantren kecil yang tidak
tenar namanya. Masa mudanya ditempuh dalam keprihatinan untuk mendidik diri
sendiri. Ia memasuki pergerakan pemuda dalam tempaan zaman pergolakan
bersenjata dan pergerakan politik. Pada usia 19 tahun ia dipilih menjadi
pemimpin Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama Daerah Jawa Tengah Selatan, dan Konsul Nahdlatul
'Ulama Daerah Kedu merangkap Guru Madrasah. Berbarengan dengan itu ia
aktif dalam dunia kewartawanan, menjadi koresponden kantor berita Antara (kini Lembaga Kantor Berita Nasional Antara) dan beberapa harian dan majalah.
PERJUANGAN
KH Saifuddin Zuhri diangkat sebagai Komandan
Divisi Hizbullah Jawa Tengah dan Anggota Dewan Pertahanan Daerah Kedua ia
memimpin laskar Hizbullah untuk bersama-sama pasukan TKR di bawah pimpinan Kol. Soedirman, dan berbagai
pasukan kelasykaran rakyat lainnya ikut pertempuran Ambarawa (yang terkenal
dengan peristiwa Palagan Ambarawa) itu dan berhasil mengusir penjajah. Karena keterlibatan aktif,
sungguh-sungguh, dan penuh kepahlawanan dari KH Saifuddin Zuhri dalam Perang
Ambarawa dan perang gerilya lainnya, maka Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia menganugerahkan "Tanda Kehormatan Bintang Gerilya",
sesuai dengan SK Presiden Republik Indonesia No. 2/Btk/1965 tanggal 4 Januari
1965.
Selain dari Pemerintah Republik Indonesia, KH
Saifuddin Zuhri sering mendapatkan penghargaan berupa tanah dari masyarakat.
Dalam surat hibah tanah itu ditulis ucapan terima kasih kepada Komandan
Hizbullah KH Saifuddin Zuhri karena telah membantu menyelamatkan keluarganya
pada zaman revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, tanah itu tidak
dijadikan sebagai tanah pribadi. KH Saifuddin memberikan tanah itu kepada kiai
lokal untuk dijadikan sebagai pasantren atau lembaga pendidikan
Islam.
Kenapa KH Saifuddin Zuhri meminta agar tanah
yang diterima dari orang kaya yang pernah ditolongnya menjadi pasantren?
Baginya, pasantren merupakan lembaga di mana para pelajar dididik secara
holistik, baik secara intelektual maupun secara mental. Lebih dari itu,
pasantren merupakan basis dan pondasi untuk memupuk nasionalisme, terutama di
kalangan umat Islam. Pasantren yang biasanya didatangi pelajar dari penjuru
tanah air merupakan "kawah candradimuka" yang paling ampuh untuk
mengenalkan persaudaraan antar sesama bangsa yang dalam tradisi Nahdlatul Ulama sering disebut dengan ukhuwah wathaniyah.
PENDIDIKAN
- SD-MI, Madrasah Manbaul
Ulum dan Salafiyah,
- LP al-Islam, Solo.
PENGABDIAN/KARIER
- Konsul daerah Ansor Dan NU Jateng
- Komandan Barisan Hizbullah
- Sekjen Partai NU
- Ketua DPP PPP
- Anggota DPR
- Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Rektor IAI al-Akidah
- Pelopor Pengembangan
IAIN
- Pemimpin Umum/Redaksi
"Duta Masyarakat".
KARYA
- (1947) Palestina dari
Zaman ke Zaman
- (1965) Agama Unsur
Mutlak dalam National Building
- (1972) KH Abdul Wahab
Hasbullah, Bapak Pendiri NU
- (1974) Guruku
Orang-orang dari Pasantren
- (1979) Sejarah
Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia
- (1981) Kaleidoskop
Politik Indonesia (tiga jilid)
- (1982) Unsur Politik
dalam Dakwah
- (1983) Secercah Dakwah
- Berangkat dari
Pasantren – karyanya yang rampung menjelang akhir hayat.
AKHIR HAYAT
KH Saifuddin Zuhri termasuk tokoh penting dalam
Jamiyah NU, baik ketika sebagai ormas pada masa perjuangan kemerdekaan, sebagai
partai politik pada masa pemerintahan Orde Lama maupun sewaktu bergabung
bersama partai Islam lainnya dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada masa Orde Baru. Bersama ormas
Islam terbesar yang didirikan tahun 1926 itu, KH Saifuddin Zuhri memimpin dan
melakukan perjuangan bersenjata dan perjuangan politik untuk mencapai, merebut,
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Dalam pembangunan karakter bangsa, ia
menyebarkan pandangan-pandangan Islam Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang identik
dengan Islam Rahmatan lil 'Alamin, mengembangkan paham nasionalisme Islam
Indonesia dalam kerangka mempertahankan NKRI dan mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Riwayat hidup dan sejarah perjuangannya yang
panjang dalam berbagai medan khidmah sebagai sebagai ulama-pejuang, politisi
dan pejabat negara, disadari oleh KH Saifuddin Zuhri, terlalu sayang kalau
sampai terlupakan dalam sejarah. Karena itu ia mengabadikannya dalam sebuah
buku berjudul Berangkat dari Pasantren yang ia selesaikan penulisannya pada 10
September 1985, kurang lebih enam bulan sebelum wafatnya, 25 Februari 1986.
Buku ini akan menjadi saksi sejarah yang berharga tentang makna perjuangan,
pengabdian dan pengorbanan anak bangsa untuk lahirnya sebuah Negara yang
merdeka, berdaulat, maju dan sejahtera. Buku yang terbit pada tahun 1987 yang
ternyata menjadi karya terakhirnya itu, pada 3 Oktober 1989, mendapat
penghargaan Buku Utama kategori Bacaan Dewasa bidang Humaniora dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
BINTANG JASA dan
KEHORMATAN
Pada usia 45 tahun KH Saifuddin Zuhri diwisuda
menjadi Guru Besar Luar Biasa dalam bidang dakwah dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Selain itu, Saifuddin Zuhri juga mendapat bintang jasa dan kehormatan berikut.
1. Bintang Gerilya, No.
0006/V/65, SK Presiden RI No. 2/BTK/Th 1965, 4 Januari 1965, oleh
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata Republik Indonesia, Sukarno.
2. Satyalancana Peristiwa
Perang Kemerdekaan Kesatu, No.M/B/217/64/ A-4-11-1964,oleh Menteri Koordinator
Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata RI, Djenderal TNI Dr. A.H.
Nasution
3. Satyalancana Peristiwa
Perang Kemerdekaan Kedua No. M/B/217/64/ B-4-11-1964 oleh Menteri Koordinator
Pertahahan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata RI, Djenderal TNI Dr. A.H.
Nasution
4. Satyalancana G.O.M I, No. M/B/217/64, oleh Menteri Koordinator
Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata RI, Djenderal TNI Dr. A.H.
Nasution
5. Satyalancana G.O.M V, No. M/B/217/64, oleh Menteri Koordinator
Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata RI, Djenderal TNI Dr. A.H.
Nasution
6. Satyalancana G.O.M VI, No. M/B/217/64, oleh Menteri
Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata RI, Djenderal
TNI Dr. A.H. Nasution
7. Bintang Equitem
Commendatorem Ordinis Sancti Silvestri Papae dari Sri Paus di Vatican, Roma,
Tahun 1965
9. Penghargaan Buku Utama
kategori Buku Bacaan Dewasa bidang Humaniora atas buku berjudul Berangkat dari Pasantren (Penerbit Gunung Agung, Jakarta, 1987), pada 3 Oktober
1989, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Fuad Hasan.
10. Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana, No. 3877/II/ 1998, 6
November 1998, oleh Presiden RI, B.J. Habibie.
11. Penghargaan sebagai tokoh nasional
penerima Bintang Keteladanan Akhlak Mulia Tahun 2007 oleh Komite Pusat Gerakan
Masyarakat Peduli Akhlak Mulia.
Sekian & Semoga Bermanfaat…
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar