Bismillaahir Rohmaanir Rohiim,
Tradisi santri identik dengan sikap
mental tradisional yang kolot, fanatik, bersikukuh pada pandangan atau
kebiasaan lama, meskipun terbukti keliru. "Tradisi pasantren tidak seperti
itu. Cukup luwes dan inklusif, yakni memelihara tradisi lama yang baik dan
mengambil pandangan baru yang lebih baik," ungkap Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pasantren Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Ace Syaifuddin, Jumat
(2/11).
Sikap mental tertutup menurut dia
bukan ciri khas santri. Sejenis itu adalah taqlidul
a'ma (taklid buta). Atau, dalam istilah al-Quran "hanya mengikuti ma qala abaana (tradisi nenek moyang
kami).
Maka, Ace menegaskan jika istilah
mengambil pandangan baru bukan berarti mengadopsi elemen budaya lain tapi
beradaptasi. Dengan demikian, keaslian akar tradisi tidak pernah tercerabut
atau ternodai.
Dalam konteks Ponpes Gontor misalnya, istilah tradisi
disebut sunnah dan disiplin. Isinya tidak lain adalah nilai-nilai, jiwa dan
filsafat hidup sebagaimana yang diformulasikan dalam panca jiwa, motto,
orientasi, dan sintesa berbagai institusi sebagai profil ideal Gontor.
"Konsep mendidik pasantren
terkini adalah untuk masa yang akan datang. Tentu lebih kompleks tantangan dan
peluang umat pada masa depan," ulas Ace. Salah satu indikatornya adalah
kemunduran yang disebabkan oleh perpecahan internal, lemah organisasi, dan
kemiskinan ilmu dan iman.
Pandangan progresif pendidikan di atas
membawa konsekuensi pola pikir bahwa santri diproyeksikan menjadi insan
pemimpin nilai kebaikan. Kemudian santri dilatih berpikir bagi kemaslahatan
umat. "Konsekuensi lain, santri harus belajar berorganisasi. Seluruh
kehidupan santri diatur dalam sistem organisasi santri sendiri," tegas
Ace.
Di dalam organisasi inilah santri
secara riil belajar amanah, tanggung-jawab, merencanakan program, berdisiplin,
bekerja sama, adil, peduli sesama, dan nilai-nilai khuluqiyah
lainnya. Dalam suasana seperti inilah tercipta masyarakat pembelajar.
Kemenag pun mengaplikasikan konsep
tadi ke dalam program-program beasiswa dan ikatan kerja bagi santri serta lulusan
Perguruan Tinggi Agama Islam sekitar
lima tahun lalu. Sehingga usai menamatkan pendidikan mereka bisa menyebarkan
kembali ke masyarakat, sekaligus mengasah kemampuan bersosialisasi.
Dalam kurikulum pendidikan Islam ini,
mereka dikontrak selama tiga tahun. Jika ada perpanjangan, semua diserahkan
para santri. "Ini membuktikan pendidikan pasantren penuh keterbukaan dan
harus bisa berdaya guna di tengah masyarakat," ulas Ace.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sumber : Republika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar